Senin, 11 Februari 2008

TEGAKKAN SUPREMASI HUKUM INDONESIA

“TEGAS DALAM MENGHUKUMI”


Ini sebuah blog membahas perkembangan dunia Hukum, khususnya di Indonesia, dengan segala “keunikanya”. Meskipun demikian blog ini tidak memandang apatis “kondisi” Hukum Indonesia, justru dengan blog ini, saya ingin mengkampanyekan law enforcement di Indonesia, dengan slogan “TEGAKAN SUPREMASI HUKUM INDONESIA” dengan tema “TEGAS DALAM MENGHUKUMI”.
Dalam penjalanan misi kampanye ini, saya punya “cara pandang” sendiri, saya ingin menyatukan keilmuan Hukum, dengan ilmu pengetahuan yang cukup “mengguncang dunia” saat ini, berkaitan dengan hukum juga, tetapi hukum “non formil”, yaitu “hukum tarik-menarik” atau “the Law of Attraction” (LoA). Kenapa harus dengan “pendekatan” LoA??, bukankah ini adalah science tentang self development??. Penjelasannya sederhana, keilmuan LoA juga berlaku universal, saya pikir kenapa tidak kita gunakan untuk kemaslahatan kita bersama. Beberapa point penting dalam menggunakan pendekatan LoA dalam rangka law enforcement ini, adalah sebagai berikut :
  1. Sebagian dari kita mungkin menginginkan adanya Penegakan Supremasi Hukum Indonesia, tetapi setiap hari tidak berhenti “menghujat” para Penegak Hukum, membicarakan “carut marut” Hukum di Indonesia, serta apatis terhadap adanya penegakan hukum itu sendiri. Sadarilah pikiran kita telah terfokus dan sengaja difokuskan ke hal yang demikian, “apa jadinya?”. Sesuai kaidah LoA, fokus anda telah menjadi do’a, dan Tuhan akan “menjawab” dengan kondisi yang lebih para lagi. Maka, jika disimpulkan, fokus kita terhadap hal tersebut telah tanpa sadar turut “menghancurkan” Supremasi Hukum itu sendiri. Kenapa kita tidak membicarakan keberhasilan-keberhasilan penegakan hukum di Indonesia, atau membicarakan ketegasan, keberanian, kejujuran ataupun hal baik lainnya, dari empat pilar hukum (Hakim, Jaksa, Polisi & Pengacara) yang dalam menjalankan profesinya, ataupun kita bisa turut mengkampanyekan “Tegakan Supremasi Hukum Indonesia”
  2. Kenapa kita “hanya meminta” pada Pemerintah, dan empat pilar hukum untuk menegakkan Hukum di Indonesia, serta “meminta” menjalankan praktek hukum bersih. Sesuai kaidah LoA, jika “merubah” sesuatu hal, pertama yang anda lakukan “rubahlah” diri anda sendiri, cara pikir dan cara pandang anda, kemudian sikap dan tindakan anda, maka semua itu akan menjadi “do’a” anda, dan dengan pertolongan dan ridho Tuhan, seluruh energi yang ada dalam alam semesta ini akan menyelaraskan diri untuk mewujudkan “do’a” anda. Sekarang kenapa kita tidak memulai turut menegakan hukum ini mulai dari sini, mulai diri kita sendiri, mulai dari hal yang terkecil, mulai dari tidak melakukan “jalan damai” saat kena tilang, mulai dari tidak melakukan “jalan pintas” saat mengurus surat-menyurat (misal mencari SIM atau registrasi ulang STNK), mulai dari menaati peraturan-peraturan terkecil (misal memakai helm saat berkendaraan), dan mulai dari menegakan hukum dari keluarga kita sendiri. Karena kitalah yang sekarang punya “power”, kita menghendaki “mereka” (Pemerintah & empat pilar hukum) supaya bersih, sementara kita masih “mengujuk-ujuki” dengan fee (misal, salam tempel, kasih amplop, atau parcel).
  3. Bagaimana kalau kita sebagai rakyat bisa ikhlas dalam menjalani norma hukum atau undang-undang yang berlaku (ikhlas dalam artian, dengan senang hati menaati dan menerima norma-norma tersebut berlakukan, serta ikhlas dalam artian mau menjalankan norma tersebut dengan penuh kesadaran dan bahagia, baik ada atau tidak ada sanksi), dan pemerintah bisa ikhlas dalam mengatur rakyatnya (ikhlas dalam artian mengatur dengan tidak ada memaksa, atau pengekangan). Selalu bahagia dan bersyukur sebagai rakyat mempunyai pemerintah seperti yang saat ini, sebagai pemerintah juga selalu bahagia dan bersyukur dalam memerintah rakyatnya yang seperti saat ini. Sesuai kaidah LoA, semakin kita bersyukur, semakin bahagia hidup yang kan terjalani. Sesuai firman Alloh SWT “barang siapa yang bersyukur atas nikmat-Ku, maka Aku akan menambah nikmat kepadanya”. Dan sabda Nabi Muhammad SAW “Barang siapa yang tidak bersyukur pada manusia, maka tidak dikatakan bersyukur pada Alloh”.
    Oleh karena itu, kenapa tidak kita mulai saja dengan selalu bersyukur, daripada saling “menghujat”.
  4. Yang lebih luar biasa lagi, bagaimana kalau dihapus saja undang-undang yang terdapat sanksi atau hukuman. Undang-undang hanya perlu mengatur ketertiban saja, tanpa sanksi yang mengikat. Sehingga kita tidak fokus pada hal-hal tersebut, tetapi hanya fokus pada keteraturan dan ketertiban saja.
    Contoh ada Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, disertai dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sesuai kaidah LoA, pikiran kita akan fokus kemana, pastinya pada “Korupsi”-nya. Kenapa tidak diganti saja, misal menjadi Undang-Undang Pengaturan Penggunaan Keuangan Negara, dengan Komisi Pembina Pengaturan Penggunaan Keuangan Negara (KP3KN). Ada lagi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sesuai kaidah LoA lagi, pikiran kita akan fokus kemana, pastinya pada “kekerasan dalam rumah tangga”-nya. Kenapa tidak diganti dengan nama misalnya, Undang-Undang Pengaturan Keluarga Harmonis. Dan masih banyak lagi, undang-undang yang menyebabkan fokus kita justru salah, dan tentunya akan berakibat pada meningkatnya tindak/perbuatan sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang tersebut. Semua perubahan yang saya sebutkan tersebut bertujuan agar kita bisa lebih “adem” (nyaman) dalam menyikapi keberadaan undang-undang tersebut.
  5. Selanjutnya, sebagai kita rakyat dan sebagai Pemerintah yang beriman pada Tuhan Yang Maha Esa, kenapa tidak mengembalikan semua pada Tuhan, dengan berpasrah pada Tuhan dengan sepenuh hati, dan selalu mohon bimbingan dan hidayah-Nya. Agar kita selalu dalam rahmat dan rohim-Nya.
    Pertanyaan saya, seberapa seringkah kita memohon petunjuk-Nya saat ingin menegakkan hukum, mengatur pemerintahan ataupun beraktivitas yang menyita perhatian. Atau seberapa sering kita mendengarkan hati nurani kita masing-masing, saat kita melakukan hal-hal tersebut. Masihkan ada Tuhan di hati kita ? masihkah kita punya hati nurani ? (coba renungkan…). Jika jawaban tersebut tidak ada dan tidak punya, saya takut kita semua akan berjalan diatas bumi ini dengan tanpa pelita penunjuk jalan, yang ada hanya hawa nafsu, maka kerusakanlah yang akan kita terima. Maka kenapa tidak kita hadirkan Tuhan dalam hidup kita (baca: menjadi orang beriman), dan kenapa tidak kita berusaha mendengar kata hati kita, agar kita dalam menjalani hidup jadi lebih tenang.*)


*) karena keterbatasan, mohon saran dan kritiknya…

Dengan segala keterbatasan teori dan praktek, dengan segala keterbatasan pengetahuan dan teknologi, dan dengan segala kerendahan hati, serta dengan ucapan “bismillahirrohmanirrohim”, saya mengkampanyekan Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia, dengan slogan “TEGAKAN SUPREMASI HUKUM INDONESIA”, dengan tema “TEGAS DALAM MENGHUKUMI”, karenanya saya mohon dukungan dari semua pihak, semuanya bukan hanya Praktisi Hukum, Mahasiswa Hukum, serta Dosen dan Guru Besar Hukum saja, tetapi juga pihak-pihak yang selama ini concern di dunia “hukum tarik-menarik”. Dan terutama pada seluruh masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia (individu dan badan hukum), dan seluruh masyarakat asing yang berada di wilayah hukum Indonesia, serta masyarakat asing (baik Individu, NGO ataupun Pemerintah) yang peduli terhadap Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia (dengan segala kerendahan hati, saya ucapkan banyak terima kasih untuk kepedulian anda)
Seruan saya, mari kita singsingkan bersama lengan baju kita, mari kita niatkan dan bersama kita teguhkan untuk Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia, mari kita “TEGAKAN SUPREMASI HUKUM INDONESIA”, dan mari kita tanamkan bersama dalam Mind Set kita masing-masing, bahwa :
“Hukum di Indonesia sudah baik adanya, Pemerintah punya political will untuk menegakkan hukum di Indonesia, dan juga Pemerintah telah membuat hukum-hukum yang baik, yang bertujuan untuk mengatur stabilitas nasional. Empat pilar hukum, (Hakim, Jaksa, Polisi, & Pengacara) adalah orang-orang bersih, dan bisa menegakan hukum, bisa berbuat jujur, tegas dalam menghukumi, dengan benar-benar ber-“keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, kita adalah orang-orang yang menghormati hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku serta menghormati hasil-hasil keputusan hukum, dan juga menaati, menjalankannya dengan keikhlasan hati, bijak dan cerdas.
Semua hal tersebut bisa terwujud dengan pertolongan dan ridho-Mu, syukurku pada-Mu wahai Tuhannya Semesta Alam, Alhamdulillahi robbil ‘alamin, amiin”
Mohon ini dijadikan sebagai do’a kita bersama, dengan kekhusukan (baca : kondisi alfa), kita juga mengfokuskan pikiran kita pada “Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia”. Dengan do’a kita bersama, serta juga pertolongan dan ridho-Nya, pasti cita-cita luhur ini tercapai, amiin.
Mari kita angkat tangan kanan kita, dengan mengepal kita teriakkan yel “TEGAS HUKUMI !! TEGAKAN SUPREMASI HUKUM INDONESIA !!”


Post Script
Mungkin ketikan anda menelaah kampanye ini terkesan “dipaksakan”, saya tidak memungkirinya, kampanye dan juga tulisan ini, dibuat dengan segala keterbatasan ilmu dan pengetahuan, saya pikir dengan segala keterbatasan tersebut, bukan berarti semangat harus surut. Kenapa saya (dengan segala keterbatasannya) yang harus berteriak tentang law enforcement, di tengah carut marut hukum Indonesia yang multikomplek, bahkan Guru Besar Hukum pun bisa dibuat terheran-heran dengan anomali hukum di Indonesia. Tetapi keyakinan saya satu, bahwa law enforcement di Indonesia akan terwujud adanya, bukan dari sumbangsih pemikiran Guru Besar Hukum, Ahli Hukum, Praktisi Hukum atau siapapun, dan bukan pula pemberlakuan Undang-Undang yang bagus, bukan pula karena political will yang kuat dari Pemerintah, bahkan karena adanya tekanan bangsa luar, itu semua bukan dari “luar” kita, tetapi tegas saya katakan, bahwa law enforcement akan berjalan baik adanya, jika kita mulai dari diri kita sendiri, masing-masing kita, bukan dari “luar” kita. Pertanyaan renungan untuk kita adalah “Sudahkah kita untuk bertahan, dan tidak terseret arus gelombang carut-marut hukum di Indonesia ?. Sudahkah kita untuk jujur dengan hati nurani kita, dan tidak dibutakan oleh uang, kekuasaan, kemudahan dan semua kebahagiaan dunia menyilaukan itu ?. dan apakah kita masih membawa iman dan takwa pada Tuhan, kita dalam menjalani kehidupan dunia ini ?”. Pertanyaan renungan ini bukan saja untuk anda, tetapi juga untuk saya, kalau jawabannya “belum”, kenapa tidak kita mulai belajar untuk berkata tegas “iya, saya siap untuk itu”. Setidaknya kita bulatkan tekat saja dulu, dan jadikan itu do’a dalam menjalani hari-hari kita, semoga Tuhan memberikan petunjuk dan tuntunan-Nya, untuk terwujudnya niat baik bersama. Aamiin.
Sekali lagi dengan kerendahan hati, saya mohon sumbangsih pemikiran untuk kampanye ini, terima kasih atas perhatian, dan sumbangsih anda.

Minggu, 10 Februari 2008

Tentang BLOGGER

WISNU PURNAEDI, lahir di Nganjuk, 7 April 1982, putra dari Mayor (Purn) RS. Harjono, BA, dari istri keempatnya Nunuk Nursihatin. Wisnu yang anak tunggal dari Ibunya, sekaligus anak ke sebelas dari Bapaknya, sejak kecil harus menerima didikan secara Single Parent oleh Ibunya. Wisnu kecil menyelesaikan pendidikan di SDN Gondangkulon I dan SMPN I Gondang, sebuah desa kecil di wilayah Nganjuk, tempat tinggal Neneknya. Kemudian menjadi “kaum urban” di kota Nganjuk, menyelesaikan sekolahnya di SMUN I Nganjuk. Wisnu yang semula ingin kuliah Design Grafis, harus putar haluan ke jurusan Hukum di Universitas Pawyatan Daha di Kediri, semua dilakukannya karena permintaan dan sekaligus untuk menghormati Ibunya. Meskipun demikian adanya (baca : terpaksa kuliah hukum), sebenarnya seorang Wisnu ini dibesarkan dengan dekat dengan dunia Hukum, karena ibunya adalah seorang Pegawai Negeri di lingkungan Pengadilan Negeri di Nganjuk, dan Bapaknya seorang menjadi Pengacara, setelah pensiun dari TNI.
Semasa kuliah, Wisnu yang sempat ”frustasi” berkuliah di kota kecil, pernah menyampaikan pernyataan motivasi ke rekan-rekannya “kuliah di kota besar, atau berkuliah di Universitas ternama sekalipun, hanyalah gengsi saat kita ditanya “kamu kuliah dimana?”, tapi saat terjun ke dunia kerja, hanya orang-orang yang jeli menangkap peluanglah, yang akan sukses”. Wisnu yang semasa kuliah sering “menyuarakan” Penegakan Supremasi Hukum, Perlindungan HAM, Kesetaraan Gender, dan Kebebasan Beragama, Wisnu juga selalu mengajak rekan-rekannya untuk selalu berpikir obyektif dalam melihat suatu peristiwa, jangan subyektif, karena menurutnya dengan berpikir subyektif akan “menyesatkan” kita dalam bertindak kemudian, dengan berpikir obyektif kita bisa selalu berada dipihak yang paling netral dalam menilai suatu permasalahan apapun (tentu saja dengan mengkaji permasalahan dengan lebih cerdas dan lebih bijak), meskipun selalu menjadi pihak yang netral, pesannya juga “karena posisi kita ditengah (netral), maka jangan pernah berbuat yang terkesan plin-plan”.
Meskipun tidak mendapat nilai Cum Laude, Wisnu adalah lulusan terbaik seangkatannya. Dengan nilai A sempurna pada skripsi yang berjudul “Modus Operandi Kejahatan Kartu Kredit (Carding), Sebagai Kejahatan Kerah Putih, Di Internet”.
Wisnu, yang bercita-cita menjadi Advokat Profesional ini, setelah lulus pada akhir 2005, tidak langsung bekerja, karena harus merawat ibunya yang sakit. Dan kemudian ibunya meninggal pada 2 Desember 2006 lalu. Kini untuk memenuhi cita-citanya, Wisnu bergabung dengan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum-Persatuan Guru Republik Indonesia (LKBH-PGRI) di Gresik.
Perkenalan Wisnu dengan LoA, terjadi setelah ibunya meninggal dunia. Wisnu merasa butuh motivasi untuk menjalani hidup, awalnya Wisnu ingin mempelajari Hypnosis dan Hypnotherapy, yang dia tahu manfaatnya yang bisa menanggulangi trauma, depresi dan banyak lagi, karena wisnu ingin meng-self-hipnosis, supaya mampu tegar dalam menjalani hidup, setelah kematian ibunya (mungkin bisa dibayangkan, selama ini hanya hidup berdua dengan ibunya, yang harus membesarkan saya secara single parent). Dan Alhambdulillah, dengan hanya mempelajari buku yang bisa diaplikasikan tersebut, kini Wisnu malah bisa men-support teman-temannya, dengan kondisi hampir sama dengannya. Oleh karena, buku tentang Hypnosis tersebut, yang kebetulan pengarangnya juga menulis serangkaian buku tentang motivasi yang berlatar konsep LoA, karena sangat tertarik Wisnu pun mempelajarinya, dan karena saking penasarannya, Wisnu pun browsing di internet untuk lebih mengerti tentang LoA. Sejak saat itulah, Wisnu menjadi sangat dekat dengan LoA. Meskipun sempat menolak konsep LoA, kini Wisnu pun bisa mengambil manfaat dari ajaran LoA, dan ingin sekali menerapkannya dan mengajak menerapkannya ke teman-teman, bukan hanya untuk mengembangkan diri, tapi juga untuk semua bidang kehidupan. Dan saat ini dalam blog ini, Wisnu ingin mengajak mengkampanyekan Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia dengan “cara pandang” LoA, dengan slogan “TEGAKAN SUPREMASI HUKUM INDONESIA”, dengan tema “TEGAS DALAM MENGHUKUMI”.
Dengan segala kerendahan hati, Wisnu mengajak semua kalangan, sekaligus mohon dukungannya, saran, kritik, ide dan gagasan atau apa saja. Sekaligus Wisnu mengajak menyatukan semangat, tekat, visi, misi dan juga do’a, untuk “bergotong royong” untuk tegaknya Supremasi Hukum Indonesia.
untuk itu silahkan kirimkan email anda ke : wisnupurnaedi/et/gmail/dot/com